Tata Ibadah dalam Agama Buddha
Ibadah merupakan hal yang mendasar, yang dilakukan setiap umat beragama. Umat Islam menjalankan salat bersama di masjid, umat Katolik mengikuti misa dan umat Kristen mengikuti kebaktian setiap hari Minggu di gereja, umat Hindu bersembahyang di pura, umat Khonghucu bersembahnyang di kelenteng dan litang. Lantas bagaimana cara umat Buddha beribadah?
Ibadah umat Buddha disebut puja bakti. Tidak jarang ada yang menyebut kebaktian dan chanting. Puja bakti biasanya dilakukan rutin setiap hari Minggu di vihara. Tata ibadah puja bakti berbeda-beda sesuai dengan aliran dan sekte masing-masing. Kali ini, penulis akan memberi tahu tata ibadah dalam agama Buddha aliran Theravada.
Puja bakti bakti dimulai dengan salam pembuka yang diucapkan pemimpin kebaktian. Pemimpin puja bakti biasanya adalah pandita (romo/ramani) atau sesekali dipimpin oleh muda-mudi. Pemimpin puja bakti lalu mempersilakan umat untuk berlutut dan beranjali (sikap merangkapkan tangan di depan dada). Lalu dengan dipandu oleh pemimpin puja bakti, umat melafalkan namakara gatha (syair penghormatan). Setelah selesai melafalkan setiap bait, umat akan ber-namakara (posisi sujud dengan lima titik menyentuh lantai: dahi, telapak tangan, siku, lutut, dan jari kaki). Syair penghormatan berisi tiga bait, sehingga umat akan ber-namakara sebanyak tiga kali.
Kemudian umat dipersilakan duduk kembali. Pemimpin puja bakti memandu umat untuk membacakan pubba-bhaganamakara (kalimat penghormatan awal) bersama-sama. Dilanjutkan dengan membaca saranagamana gatha (syair pernyataan perlindungan) atau bisa diibaratkan dengan syahadat dalam agama Buddha.
Selanjutnya, apabila puja bakti tidak dihadiri oleh bhikkhu, umat lanjut membacakan Pancasila (Lima Latihan Moral). Pancasila berisi tekad umat Buddha untuk menghindari perbuatan tercela, seperti menghilangkan nyawa makhluk lain, mengambil barang yang tidak diberikan, berbuat asusila, mengucapkan hal yang tidak benar/dusta, dan mengonsumsi zat memabukkan dan membuat hilangnya kesadaran. Apabila puja bakti akan dihadiri bhikkhu, pembacaan Pancasila akan ditiadakan karena akan dipandu langsung oleh bhikkhu.
Usai membacakan Pancasila, pemimpin puja bakti akan memimpin umat membacakan Buddhanusati (perenungan terhadap Buddha), Dhammanusati (perenungan terhadap Dhamma), Sanghanusati (perenungan terhadap Sangha), saccakiriya gatha (syair pernyataan kebenaran), manggala sutta (khotbah tentang berkah utama), karaniya metta sutta (khotbah tentang cinta kasih), brahmavihara pharana (perenungan empat sifat luhur), dan abhinhapaccavekkhana (perenungan kerap kali) secara bersama-sama.
Setelah membacara paritta-paritta suci, pemimpin puja bakti akan memandu umat untuk bermeditasi. Biasanya meditasi dilakukan sekitar lima sampai sepuluh menit. Usai bermeditasi, apabila dihadiri bhikkhu, pemimpin puja bakti akan memandu membacakan aradhana tisarana pancasila (permohonan tuntunan pancasila dan tisarana). Usai menuntun umat mengucapkan pernyataan perlindungan dan lima latihan moral, biasanya bhikkhu akan memberikan dhammadesana (cermah/khotbah). Bila tidak dihadiri bhikkhu, pandita yang akan memberikan dhammadesana.
Setelah mendengarkan khotbah, ibadah akan dilanjutkan dengan sesi berdana. Setelah itu, kebajikan yang telah diperbuat umat akan dilimpahkan pada leluhur yang sudah meninggal dan para makhluk yang tidak kasat mata dengan membacakan paritta ettavata.
Puja bakti akan ditutup dengan melafalkan kembali namakara gatha yang setiap membacakan satu bait umat akan ber-namakara.
Demikianlah tata ibadah dalam agama Buddha aliran Theravada. Semoga bisa menambah pengetahuan pembaca yang budiman.
Ibadah umat Buddha disebut puja bakti. Tidak jarang ada yang menyebut kebaktian dan chanting. Puja bakti biasanya dilakukan rutin setiap hari Minggu di vihara. Tata ibadah puja bakti berbeda-beda sesuai dengan aliran dan sekte masing-masing. Kali ini, penulis akan memberi tahu tata ibadah dalam agama Buddha aliran Theravada.
Puja bakti bakti dimulai dengan salam pembuka yang diucapkan pemimpin kebaktian. Pemimpin puja bakti biasanya adalah pandita (romo/ramani) atau sesekali dipimpin oleh muda-mudi. Pemimpin puja bakti lalu mempersilakan umat untuk berlutut dan beranjali (sikap merangkapkan tangan di depan dada). Lalu dengan dipandu oleh pemimpin puja bakti, umat melafalkan namakara gatha (syair penghormatan). Setelah selesai melafalkan setiap bait, umat akan ber-namakara (posisi sujud dengan lima titik menyentuh lantai: dahi, telapak tangan, siku, lutut, dan jari kaki). Syair penghormatan berisi tiga bait, sehingga umat akan ber-namakara sebanyak tiga kali.
Kemudian umat dipersilakan duduk kembali. Pemimpin puja bakti memandu umat untuk membacakan pubba-bhaganamakara (kalimat penghormatan awal) bersama-sama. Dilanjutkan dengan membaca saranagamana gatha (syair pernyataan perlindungan) atau bisa diibaratkan dengan syahadat dalam agama Buddha.
Selanjutnya, apabila puja bakti tidak dihadiri oleh bhikkhu, umat lanjut membacakan Pancasila (Lima Latihan Moral). Pancasila berisi tekad umat Buddha untuk menghindari perbuatan tercela, seperti menghilangkan nyawa makhluk lain, mengambil barang yang tidak diberikan, berbuat asusila, mengucapkan hal yang tidak benar/dusta, dan mengonsumsi zat memabukkan dan membuat hilangnya kesadaran. Apabila puja bakti akan dihadiri bhikkhu, pembacaan Pancasila akan ditiadakan karena akan dipandu langsung oleh bhikkhu.
Usai membacakan Pancasila, pemimpin puja bakti akan memimpin umat membacakan Buddhanusati (perenungan terhadap Buddha), Dhammanusati (perenungan terhadap Dhamma), Sanghanusati (perenungan terhadap Sangha), saccakiriya gatha (syair pernyataan kebenaran), manggala sutta (khotbah tentang berkah utama), karaniya metta sutta (khotbah tentang cinta kasih), brahmavihara pharana (perenungan empat sifat luhur), dan abhinhapaccavekkhana (perenungan kerap kali) secara bersama-sama.
Setelah membacara paritta-paritta suci, pemimpin puja bakti akan memandu umat untuk bermeditasi. Biasanya meditasi dilakukan sekitar lima sampai sepuluh menit. Usai bermeditasi, apabila dihadiri bhikkhu, pemimpin puja bakti akan memandu membacakan aradhana tisarana pancasila (permohonan tuntunan pancasila dan tisarana). Usai menuntun umat mengucapkan pernyataan perlindungan dan lima latihan moral, biasanya bhikkhu akan memberikan dhammadesana (cermah/khotbah). Bila tidak dihadiri bhikkhu, pandita yang akan memberikan dhammadesana.
Setelah mendengarkan khotbah, ibadah akan dilanjutkan dengan sesi berdana. Setelah itu, kebajikan yang telah diperbuat umat akan dilimpahkan pada leluhur yang sudah meninggal dan para makhluk yang tidak kasat mata dengan membacakan paritta ettavata.
Puja bakti akan ditutup dengan melafalkan kembali namakara gatha yang setiap membacakan satu bait umat akan ber-namakara.
Demikianlah tata ibadah dalam agama Buddha aliran Theravada. Semoga bisa menambah pengetahuan pembaca yang budiman.
Comments
Post a Comment