Mencari Topik Penelitian Itu Susah

Saya harus mengakui, mencari topik penelitian itu susah. Apalagi topik penelitian di semester ini harus dirancang dengan pendekatan kualitatif. Terus terang saja, saya masih belum punya gambaran tentang metodologi penelitian kualitatif, seperti apa alur kerjanya, apa saja tekniknya, dan bagaimana penyajiannya. Mungkin karena baru pertemuan kedua. 

Hampir semua dosen ilmu komunikasi sepakat, penelitian kualitatif memang cenderung lebih kompleks dan rumit daripada penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif umumnya lebih sederhana, tahap-tahapannya pun sudah jelas.  

Kita hanya perlu menentukan variabel, membuat hipotesis, membangun kerangka teori, mengoperasionalisasi variabel, mengumpulkan data, menganalisis data, dan memberikan kesimpulan apakah menerima atau menolak hipotesis. Metode penelitiannya pun hanya bermodalkan eksperimen, survei, dan analisis isi. Dalam paradigma penelitian ilmu komunikasi, penedekatan kuantitatif condong pada paradigma positivistik yang menekankan realitas empiris, objektif, dan bebas nilai. 

Sedangkan penelitian kualitatif lebih beragam. Metode risetnya bejibun, mulai dari observasi nonpartisipan, observasi partisipan, wawancara mendalam, diskusi kelompok terpumpun, studi kasus, analisis wacana, ernografi, analisis bingkai, hingga semiotika. Jika pada penelitian kuantitatif kita mengarah pada pembuktian hipotesis, penelitian kualitatif mencoba menginterpretasi atau memaknai realitas sosial. Oleh karena itu, paradigma dalam penelitian kualitatif condong pada paradima konstruktivis atau interpretif atau kritis. 

Di tengah kerumitan dan minimnya pengetahuan saya tentang metode penelitian kualitatif, saya tetap harus melaksanakan instruksi dari dosen, Pak Yearry. Saya tetap harus mencari topik penelitian. Dengan pertimbangan panjang dan kegalauan mahadahsyat, saya akhirnya menemukan topik penelitian saya.

Saya tertarik dengan isu agama. Karena pesan Pak Yearry adalah memulai topik dengan isu yang kita suka, saya mencoba menghubungkan agama dengan media. Akhirnya ketemulah ide untuk mengamati seberapa besar pengaruh idiologi agama pada media terhadap konten medianya. 

Kebetulan, ada satu stasiun televisi yang jarang dibahas, apalagi idiologi agama yang dianut stasiun televisi ini tergolong agama minoritas. Stasiun televisi itu ialah DaAi TV. Stasiun televisi ini berasal dari organisasi Buddha internasional, Tzu Chi. Saya ingin menggali bagaimana idiologi agama Buddha berpegaruh terhadap konten pemberitaan Halo Indonesia, program berita di DaAi TV. 

Apakah DaAi TV akan seperti Republika? Ini yang akan saya telusuri. 

Comments

Popular posts from this blog

Tata Ibadah dalam Agama Buddha

Resensi Buku: Four A Divergent Collection

Agama Sikh di Indonesia: Mengumpet di Balik Nama Hindu