Selamat Jalan, Wali Kelas Terhebatku

Pagi-pagi saya sudah dibangunkan oleh notifikasi ponsel saya yang terus berdenting. Setelah mengucek-ngucek mata, saya mengambil ponsel dan terperanjat membaca kabar duka di grup kelas sebelas saya. Ibu Bernadette, yang pernah menjadi wali kelas kami, telah berpulang ke rumah Tuhan. Saya kaget sekaligus tidak percaya membaca isi obrolan di grup kelas saya. Bahkan harus saya baca berkali-kali untuk meyakinkan diri bahwa saya tidak sedang bermimpi.

Beberapa bulan belakangan ini kami sempat dibuat cemas karena mendengar beliau terkena penyakit leukimia. Padahal sepengetahuan kami, Ibu Bernadette kelihatan sehat dan baik-baik saja. Kondisi ini membuat beliau harus dirawat di rumah sakit khusus di Jakarta.

Ibu Bernadette adalah guru agama di SMA Santa Maria Pekanbaru, dan ketika kami naik kelas dua belas, tepatnya di semester genap, beliau diminta untuk mengajar di SMP. Ibu Bernadette adalah sosok yang menjadi teladan semua murid-murid yang pernah diajarnya. Ibu Bernadette tidak pernah bosan memberikan motivasi kepada kami agar pantang menyerah.

Saya ingat betul suatu kejadian di kelas sebelas. Ketika itu nilai Matematika saya sangat anjlok. Padahal saat itu sudah saat penentuan untuk naik ke kelas dua belas. Jujur, nilai Matematika di kelas sebelas membuat saya trauma. Tidak pernah seumur hidup saya mendapat nilai yang memalukan seperti ini. Saya ketika itu mendatangi Ibu Bernadette, wali kelas saya. Beliau mengajak saya ke perpustakaan dan berkonsultasi padanya. Ketika itu air mata saya sudah ingin berkucur, tapi saya mencoba membendungnya. Saya menceritakan segala hal pada Ibu Bernadette. Saya menceritakan bagaimana saya sudah berusaha mati-matian, ikut les privat Matematika yang harganya tidak murah, dan bagaimana saya bisa mengerjakan soal yang diberikan guru les. Namun ketika menjawab soal ulangan, entah mengapa otak saya buntu.

Saya berkeluh kesah tentang nilai Matematika saya pada beliau, dan dengan bijaksananya beliau terus memotivasi saya. Beliau menceritakan banyak pengalaman murid-muridnya terdahulu juga merasakan apa yang saya rasakan. Ada yang nilainya anjlok, ada yang ketahuan mencontek, dan masalah-masalah lainnya. Beliau meneguhkan semangat saya bahwa saya pasti bisa melewati cobaan yang datang menguji. Setelah mendengar motivasi dari Ibu Bernadette, saya merasa lebih baik.

Saya sungguh beruntung dan bangga bisa memiliki wali kelas seperti Ibu Bernadette. Namun sayang, semua itu hanyalah tinggal kenangan. Beliau sudah tiada. Beliau sudah beristirahat dengan tenang dalam keabadian di surga.

Kenangan kelas 11 IPA 3 bersama Ibu Bernadette.
Selamat jalan, wali kelas terhebatku. Ajaranmu, didikanmu, motivasimu, akan selalu hidup dalam hati kami, murid-muridmu.

Comments

Popular posts from this blog

Tata Ibadah dalam Agama Buddha

Resensi Buku: Four A Divergent Collection

Agama Sikh di Indonesia: Mengumpet di Balik Nama Hindu