Cerpen - Detik Terakhir (2)

Keesokkan harinya di kampus...
            Randy berlari menuju Kampus Sastra. Tak lama ia berlari, ia sudah menemukan apa yang ia cari, Gita dan Mario yang sedang duduk di bawah pohon dan terlihat mesra.
            “Gita, buat apa kamu masih memacari cowok brengsek ini?!” teriak Randy yang sontak membuat Gita dan Mario kaget.
            “Heh, Ran! Maksud kamu apa?!” tanya Gita.
            “Iya! Lo jangan sembarang bicara ya! Gue hajar lo!” sambung Mario.
            “Gue gak asal ngomong. Kemarin dengan jelas gue lihat pacar brengsek kamu ini makan berduaan di Solaria dengan cewek lain! Tidak hanya itu, ia juga suap-suapan dengan cewek lain itu!” kata Randy.
            “Randy, kamu itu jangan asal fitnah ya! Gak mungkin Mario seperti itu!” ujar Gita sambil menamparkan tangannya ke pipi Randy.  Tamparan itu segera disusul dengan sebuah tumbukan keras dari Mario. “Ini balasan buat orang kayak lo!” ujar Mario. “Ayo kita pergi!” sambungnya.
            Randy sangat geram. Ia ingin membalas tumbukan Mario, namun Mario terlanjur pergi. Ia kecewa dengan Gita. Omongannya seolah hanya dianggap fitnah oleh Gita. Padahal Randy ingin menyadarkan ke Gita bahwa Mario hanyalah satu dari sekian buaya yang hanya memainkan perasaan wanita. Randy lalu berjalan ke kelasnya dengan berwajah memar.
            “Wiss, Bro! Habis dari mana lo?! Kok mukanya memar-memar gitu?” tanya Indra.
            “Panjang, Bro, ceritanya.” jawab Randy.
            “Cerita lah... biar gue bantu hajar balik tuh orang yang numbuk lo!” ujar Indra.
            Randy lalu menjelaskan semuanya mulai dari awal. Indra yang mendengar cerita Randy pun sontak emosi dan jengkel dengan sikap busuk Mario.
            “Njrit! Gila tuh cowok! Tega-teganya ya mainin perasaan cewek! Si Gita itu juga, dikasih tau bukannya sadar, malah ngebela cowoknya yang brengsek itu!” tanggap Indra.
            “Yaudalah, kita biarkan aja. Jangan dicampuri, ya gini akibatnya kalau dicampuri...” ucap Randy. “Biar waktu yang menjawabnya.” sambungnya. Semejak kejadian itu, Randy sama sekali tak pernah berbicara ataupun bertegur sapa dengan Gita. Ia tidak mau ikut campur dengan kehidupan Gita lagi, walau nama Gita masih terukir dan terpapar jelas di dalam daftar orang yang ia sayangi. 
****
            Tentang Randy...
            Randy sejak kecil sangat ingin menjadi seorang pilot handal seperti ayahnya dulu. Ia juga gemar mengoleksi miniatur-miniatur pesawat yang digila-gilainya. Tak heran, kini kamarnya bak museum miniatur pesawat saja. Ada berbagai bentuk dan tipe pesawat ada ia koleksi. Ayah Randy dulu  seorang pilot, namun sayang, beliau harus terbang tuk selamanya meninggalkan Randy dan bundanya  karena sebuah kecelakaan udara. Randy ingin mengikuti jejak ayahnya. Untuk mewujudkan cita-citanya itu, maka ia pun memilih kuliah jurusan Teknik Penerbangan.
            Sudah 3 tahun setengah ia berkuliah, beberapa bulan lagi ia akan lulus. Namun sepertinya, ia takkan bisa menikmati masa kelulusannya, karena lamaran yang ia kirimkan beberapa bulan yang lalu untuk menjadi murid di akademi penerbangan AS sudah diterima. Ia akan berangkat ke AS seminggu lagi. Ia sangat senang dengan kabar gembira itu. Tak lama lagi ia akan mengendarai pesawat sendiri. Tak lama lagi ia akan mengendarai pesawat-pesawat yang ukurannya jauh lebih besar daripada miniatur yang ia koleksi. Sebetulnya, sahabtanya, Indra juga mengirimkan lamarannya ke akademi penerbangan di AS, namun keberuntungan belum menghampirinya.
Kepergian Randy ke AS sebetulnya juga membawa sedih baginya sendiri. Ia harus meninggalkan bundanya tercinta. Ia juga harus meninggalkan sahabat seperjuangannya. Namun, kesempatan ini tak dapat ditolak, dan tak akan datang untuk kedua kalinya. Hari menjelang keberangkatannya semakin dekat saja. Randy pun mulai mempersiapkan dirinya.
****
Tentang Mario...
Mario adalah anak Ekonomi. Ia terkenal sebagai playboy cap kutu kupret di kampusnya. Ia memacari Gita hanya semata-mata ingin mendapatkan status dan pujian dari temannya – karena ia berhasil memacari Gita yang terkenal cantik, kaya, dan sangat sulit menerima cowok saat  ditembak.
Mario sebetulnya juga tertarik akan temannya Gita yang bernama Diana. Tanpa sepengetahuan Gita, Mario menembak Diana, dan mereka berdua berpacaran di belakang Gita. Diana sebetulnya tahu bahwa Mario adalah pacar temannya, Gita. Namun, ia begitu terpesona dengan ketampanan dan kalimat manis yang Mario keluarkan. Tanpa mempedulikan perasaan temannya, ia menerima Mario sebagai pacarnya.
Suatu hari, Mario dan Diana janjian untuk menonton sebuah film di bioskop. Tentu saja, rencana mereka ini dibuat tanpa sepengetahuan Gita. Sebelumnya, Mario sudah diajak Gita untuk berkencan di mal, namun ia menolaknya dengan alasan sakit.
            Tentang Gita....
            Gita adalah satu dari sekian ribu pecinta film bioskop. Sebetulnya, ia mengajak Mario ke mal adalah untuk menonton film di bioskop, namun ia tak mengatakan hal itu saat mengajak Mario. Ia hanya mengatakan mau ke mal dan makan malam. Karena setelah diajak, Mario beralasan sakit, Gita akhirnya mengajak temannya – Feby untuk nonton bersamanya.
            Tepat pada malam itu, Gita dan Feby pun meluncur ke mal dan melangkah ke bioskop. Setelah membeli tiket, mereka masuk ke studio 1, tempat film “5cm” akan diputar. Mereka duduk di kursi F12 dan F13, dan terlihat asyik menikmati film yang sedang populer kala itu. Feby tak sengaja melihat ke kursi di depannya, G12. Tak disangka, kursi itu diduduki Mario, yang tak lain adalah pacar Gita. Ia sontak memberi tahu Gita yang duduk di sampingnya.
            “Eh, Git! Coba liat deh! Cowok di depan ini mirip Mario ya!” bisik Feby pelan.
            “Ah, masa?! Gak mungkin, jelas tadi siang aku ajak dia, dia bilang dia lagi sakit!”
            “Astaga, malah gak percaya. Liat tuh, dia mesra banget sama cewek di sampingnya! Coba aku panggil deh, kalau dia gak nyahut, berarti bukan Mario.”
            “Mariooo!!!” teriak Feby.
            Teriakannya sontak membuat Mario yang duduk di depannya menghadap ke belakang. Gita sangat kaget melihat bahwa apa yang dibilang Feby benar. Ia sangat marah dan kesal. Apa lagi kekesalannya semakin meledak-ledak saat melihat perempuan di samping Mario adalah Diana, temannya sendiri.
            “Mario! Dasar cowok bajingan kamu!” teriak Gita sambil berdiri dan mengejutkan semua penonton yang sedang asyik menonton. “Apa yang dibilang Randy ternyata benar! Kamu gak lebih dari sekedar buaya yang hanya bisa memainkan perasaan wanita!” sambunya sambil menampar wajah Mario.
            “Diana, kamu itu memang munafik! Kamu tega-teganya berpacaran dengan cowok temanmu sendiri! Dasar wanita munafik!” sambung Feby ke Diana yang membuat suasana semakin pecah.
            “Tunggu, Feb, Git! Aku bisa jelasin semuanya!” elak Diana.
            “Iya, Yang, tunggu !!! Kami bisa jelasin semuanya!” lanjut Mario.
            “Gak usah panggil sayang-sayang lagi! Aku gak butuh penjelasan kalian berdua! Semua udah jelas! Dasar playboy bajingan! Omonganmu selama ini bak madu yang berasa empedu!” bentak Gita sambil mengeluarkan kata-kata bermajas lalu pergi meninggalkan Mario dan Diana. Gita segera pulang ke rumah, lalu menangis dan menangis tanpa henti. Ia kecewa dan menyesal, orang ia percayakan hatinya telah menghianatinya.  
****
            Besok, adalah hari dimana Randy berangkat ke AS. Dan malam ini, adalah malam terakhirnya di Indonesia. Untuk menghabiskan malam terakhirnya di tanah kelahirannya, ia pergi ke sebuah kafe favoritnya. Kafe yang berciri khas Spanyol itu selalu ramai didatangi pengunjung, termasuk Gita yang datang ke Kafe itu untuk melepas penat dan bermenung diri.
            Awalnya, Randy tidak tahu bahwa Gita ada di kafe itu, namun ketika ia beranjak masuk, ia melihat seorang wanita sedang duduk menangis di meja yang biasanya ia duduki. Wanita itu duduk di meja favorit Randy, meja bernomor 3. Randy sontak menghampirinya. Ternyata, perempuan itu adalah Gita. Randy tidak tahu harus berbuat apa. Ia tidak tahu apakah harus menegurnya atau tidak. Akhirnya dorongan dari dalam dirinya memaksanya untuk menegurnya.
            “Emmmm... Gita... Boleh gue duduk di sini?” ucap Randy memulai pembicaraan.
            Gita hanya mengangguk sembari menangis.
            “Kalau boleh tau, kamu kok nangis sih? Ntar jadi gak  cantik loh” tanya Randy dengan diselipkan gurauan.
            “Randy, sebelumnya aku mau minta maaf!” jawab Gita.
            “Loh? Minta maaf kenapa?”
            “Aku mau minta maaf soal kejadian kemarin, Ran!”
            “Iya-iya. Udah gue maafin kok. Udah gak usah nangis lagi. Nanti cantik kamu hilang.” ujar Randy sambil menatap mata Gita mendalam. Ia sepertinya dapat menebak isi otak Gita yang sedang memikirkan Mario. “Kalau boleh tahu, Mario mana? Kok gak sama kamu?” sambungnya.
            “Mario... aku gak mau tahu lagi tentang dia! Ternyata yang kemarin kamu bilang benar. Dia memang bajingan! Kemarin kupergoki dia nonton berduaan sama Diana, temanku sendiri. Kami.... kami udah putus.” jelas Gita sambil tersedu-sedu, lalu mendekap erat tubuh Randy. Sambil menghilangkan tangis dalam dekapan Randy, ia menghirup aroma tubuh Randy yang mungkin dapat menenangkan gundahnya.
            Randy tampak sangat senang melihat Gita yang telah larut dalam dekapannya. Ia kemudian mencoba mengusap air mata Gita yang menetes bak gerimis.
            “Iya, sudalah... Yang lalu biarlah berlalu. Badai hanya di masa lalu, niscayalah di hari esok pelangi akan menyambutmu...” ujar Randy ke Gita yang langsung membuat Gita tersenyum karena melihat Randy sok-sok menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
            “Hahahha... kamu ini... bisa aja ya...”
            “Hahahha... yaudah kamu mau makan apa? Hari ini biar gue yang traktir deh.”
            Mereka berdua pun akhirnya memesan makanan. Mereka menyantap makan malam mereka dengan suasana romantis diselingi canda-tawa. Selama makan, Gita terus saja menatap Randy. Ia sepertinya punya firasat tidak enak tentang Randy. Ia takut sekali kehilangan sosok sempurna seperti Randy. Malam itu, memanglah malam yang perfect bagi mereka berdua.  Setelah makan, Randy pun mengantarkan Gita untuk pulang ke rumahnya. Dalam perjalanan, Randy akhirnya mengungkapkan perasaannya yang selama ini ia pendam ke Gita.
            “Gita, gue boleh ngomong sesuatu ngak sama kamu?”
            “Ngomong apa? Bilang aja kali, Ran... “
            “Gini, sebenarnya... dari dulu itu, gue udah suka sama kamu. Gue udah cinta sama kamu saat pertama melihatmu, Git.”        
“Randy, maaf... Sebenarnya... aku juga suka sama kamu. Tapi aku belum bisa kasih jawaban apa-apa. Hatiku... hatiku masih sakit, Ran. “
            “Yaudah, gue gak maksa kamu untuk kasih jawaban. Gue cuman  mau ungkapin isi hati gue ke kamu, Git.”
            “Iya, Rand. Aku ngerti. Btw thanks ya buat hari ini! Kamu baik banget!” ucap Gita mengakhiri percakapan dan turun dari mobil yang sudah terhenti di depan rumahnya.
            “Iya! Sama-sama, Git.” balas Randy.
****
            Hari yang dinanti-nantikan pun tiba. Randy bangun pagi-pagi agar tidak ketinggalan pesawat. Ia segera mandi dan berganti pakaian. Ia membawa kopernya yang telah ia persiapkan kemarin. Tak lupa, ia berpamitan dengan bundanya tercinta. Adegan haru terekam pada saat ia berpamitan dengan sang bunda.
            Ditemani Indra – sahabat baiknya – ia diantar ke bandara. Sebelum ke bandara, Randy meminta tolong  Indra untuk mengantarkannya terlebih dahulu ke rumah Gita. Randy ingin memberikan sepucuk surat untuk Gita – orang yang sempat melekat di hatinya. Berhubung hari masih terlalu pagi, Gita pun belum bangun. Akhirnya, Randy menaruh surat itu di depan pintu rumah Gita. Lalu mereka kembali ke tujuan awal mereka, bandara. Jadwal take off Randy tak lama lagi, hanya berkisar satu jam saja. Jadi mereka harus ngebut karena jarak ke bandara tidak dekat. Randy juga tak lupa untuk berpamitan dengan sahabat terbaiknya. Randy berjanji untuk menunggu Indra di AS. Mereka berjanji akan bersama-sama menjadi pilot di negeri Paman Sam itu.
            Tak lama kemudian, Gita terbangun dari lelapnya. Seperti biasa, ia selalu berolahraga pagi di depan rumahnya. Ketika ia membuka pintu, ia menemukan sebuah surat tergelak di lantai. Ia lalu membuka dan membaca surat itu.
            “Gita, ini aku Randy.
Thanks banget ya kamu udah mau jadi teman aku selama ini. Walau aku tak berkesempatan memilikimu di hatiku, namun aku tetap senang dan bangga bisa dekat dengan kamu. Maaf kalau kemarin malam aku gak sempat bilang ke kamu. Sebetulnya, aku diterima di akademi penerbangan di AS, jadi hari ini aku harus berangkat ke AS.  Aku gak bakal lupain saat di mana kita pertama kali kenalan. Dan yang paling penting, aku juga gak bakalan ngelupain saat di mana kita terakhir kali bertemu. Malam kemarin memanglah malam yang paling indah. Karna, aku bisa makan dan berduaan dengan bidadari secantik kamu. Semoga suatu saat kita bisa ketemu lagi. Sampai jumpa...

Salam terindah untuk bidadari cantik,
Randy Perdana Tandius”

Setelah  membaca surat itu, air mata Gita langsung bercucuran. Ia segera berganti pakaian dan segera bergerak menuju bandara. Ia berharap, ia dapat memandang Randy untuk terakhir kalinya. Namun, ketika ia tiba, ia langsung memandang sebuah Garuda BT7025ID mengudara di angkasa biru. Ia tahu jelas pasti itu adalah Randy. Sepertinya kedatangannya sudah terlambat. Saat ia ingin berbalik pulang, seseorang menepuk bahunya. Dari tepukannya, dapat ditebak bahwa yang menepuk itu adalah laki-laki. Gita lantas senang, ia mengira bahwa tepukan itu berasal dari Randy. Namun, dugaannya salah, itu adalah Indra. Indra ingin menyampaikan salam terakhir Randy ke Gita.
“Gita, sebelum berangkat, Randy menitipkan salam ke kamu. Ia minta agar kamu jaga diri baik-baik. Oh iya, dia juga sempat kasih kalung ini. Dia bilang kalung ini spesial untuk kamu...” kata Indra.
“Terima kasih ya, Indra. Kamu udah kirimkan salamnya. Iya, kalung ini akan aku pakai selalu. Terima kasih sekali lagi, ya...” tanggap Gita.
“Iya, sama-sama.” tutup Indra.
Kini, Gita hanya bisa bernyanyi – sebuah lagu indah – sambil menatap pesawat yang ditumpangi Randy yang terlihat semakin menjauh. Nyanyiannya tak lain adalah untuk mengantarkan Randy yang telah pergi menjauh darinya dan mungkin takkan kembali.  Dalam nyanyiannya, ia menyimpan rasa sesal mengingat kesalahannya kepada Randy, ia juga menyimpan harapan supaya Randy bisa mendengar nyanyiannya. Namun, hal mustahil itu takkan mungkin terjadi. Gita juga sangat sedih dan merindukan malam kemarin, malam di saat ia menghabiskan malam berdua dengan Randy. Mungkin malam kemarin adalah detik terakhirnya untuk bertemu dengan orang yang sangat mempedulikannya, Randy....

T A M A T

Cerita ini terinspirasi dari lagu Lyla  yang berjudul “Detik Terakhir” dan telah mendapatkan izin dari Indra P. Sinaga , sang vokalis.

Comments

Popular posts from this blog

Tata Ibadah dalam Agama Buddha

Resensi Buku: Four A Divergent Collection

Agama Sikh di Indonesia: Mengumpet di Balik Nama Hindu