Buah Jerih Payah (bagian 1)




Belajar dan terus belajar, inilah kegiatan normal anak sekolahan seperti aku. Terkadang, belajar itu membosankan bagiku, tapi bayangkan apabila aku tidak belajar, bisa jadi, aku diibaratkan sebagai katak dalam tempurung, yang pengetahuannya hanya itu-itu saja. Layaknya pelajar yang lain, aku tentu saja menaruh perhatian ekstra pada pelajaran tertentu, seperti bahasa Inggris, dan bahasa Indonesia. Menurutku, pelajaran itulah yang paling menyenangkan untuk dipelajari.

“Aduh, Fer, gagasan pokok soal nomor satu apa?” tanya Riko, teman sebangkuku.

“Oooh, yang itu, baca aja dulu teksnya, kalau sudah, coba lihat kalimat pertamanya, kalau kalimat itu merupakan inti yang dijabarkan pada teks itu, maka itulah gagasan pokoknya.” jawabku dengan semangat.

“ Jadi, jawabannya A, ya? Penelitian terhadap ikan?” tanya Riko memastikan jawabannya.

“Hahahaha, iya, betul!” jawabku.

Terkadang, apabila ada pertanyaan yang membingungkan, tak sungkan aku juga bertanya ke temanku yang lain, kami pun dengan sangat antusias mendiskusikan soal yang kuanggap rumit itu.

Itulah kegiatanku selama belajar bahasa Indonesia di kelas. Guru bahasa Indonesia kami, Ibu Asmaida, yang kami sapa Ibu Ida, tak jarang  membantu kami dalam menjawab soal yang kami anggap susah.
***
            Pagi itu, hari Rabu, Buk Ida datang ke kelasku dengan senyumnya yang terlihat akan membawakan kabar gembira untuk kelas kami. Awalnya, aku pikir, Buk Ida akan membacakan nilai ulangan harian kami. Ternyata, dugaanku salah. Buk Ida mengumumkan kepada kami, bahwa dalam waktu dekat ini akan diadakan lomba resensi buku.

            “Sebelum Ibu pilih orangnya, Ibu mau tahu dulu, siapa yang suka membaca buku?” tanya Ibu Ida kepada kelas kami.

            Karena aku suka membaca buku, aku pun mengangkat tangan, begitu pula teman-temanku yang lain, yang juga suka membaca buku.

            “Wah ternyata sedikit juga ya, yang hobi membaca buku.” canda Buk Ida.

            “Nah, yang tunjuk tangan ini akan Ibu pilih untuk seleksi lomba resensi, yang lolos nanti baru akan menjadi peserta lombanya, gimana?” sambung Ibu Ida.  

            “Baik, Buk!” jawab kami serentak.

            Hari demi hari pun berlalu. Seleksi pun telah dilaksanakan. Begitu senangnya aku ketika diumumkan akulah yang terpilih dari seleksi untuk menjadi peserta putra lomba, sedangkan temanku Diana, terpilih untuk menjadi peserta putri.

            Ketika itu, aku dan Diana sedang duduk di teras kelas untuk membahas seputar ulangan biologi. Tiba-tiba, Buk Ida menghampiri kami.

            “Ferly, Diana, buku yang akan diresensi sudah dikasih oleh panitia. Nanti kalian ambil di meja Ibu, ya. Lalu kalian baca, pahami ceritanya baik-baik. Besok kita akan membahasnya.” Kata Buk Ida kepada kami.
***
            Lomba resensi itu sendiri terbagi atas dua tahap. Tahap pertama, kami harus mengumpulkan teks resensi tertulis. Sedangkan tahap kedua, peserta yang lolos akan tampil mempresentasikan hasil resensinya.

            Aku dan Diana pun mengerjakan resensi kami.  Dipandu oleh Buk Ida, kami mengerjakan resensi itu dengan sepenuh hati.  Teks resensi yang telah kubuat diperikasa oleh Buk Ida, ternyata masih terdapat kesalah ejaan dan ada bagian yang kurang, sehingga aku harus memperbaikinya lagi. Begitu pula yang terjadi pada Diana, kami harus membenahi teks resensi yang kami buat agar menjadi lebih baik.

            Hari tepat teks resensi harus dikumpulkan pun tiba. Ternyata, teks resensi Diana masih belum sempat dibenahi, karena ia juga harus mengikuti latihan tari. Diana pun dengan terburu-burunya merampungkan teks resensinya. Aku juga turut membantu untuk membenahi teks resensinya. Waktu semakin sempit. Akhirnya teks resensi Diana rampung juga. Dengan terburu-buru kami mengantarkan teks resensi yang menurut kami telah rampung itu ke panitia perlombaan. Hampir saja batas waktu pengumpulan ditutup, untungnya kami datang lebih cepat beberapa menit sebelum pengumpulan itu ditutup. Kami sangat cemas, apakah kami akan lolos seleksi?

Seminggu telah berlalu. Panitia membagikan undangan technical meeting kepada kami. Kami sempat berpikir, kalau undangan itu untuk menyatakan bahwa kami lulus seleksi. Ternya, undangan itu hanya sebagai undangan pembukaan acara lomba resensi. Kami sangat deg-degan. Keesokannya, kami berangkat ke Pustaka Wilayah, tempat acara itu dilaksanakan. Kami mengambil posisi duduk di tengah.

“Fer, gimana, ya? Apakah kita akan lolos seleksi?” tanya Diana cemas.

“Semoga saja lolos. Kita kan sudah berusaha maksimal. Percaya saja.” Jawabku ke Diana.

“Buk, menurut Ibu, kami lolos seleksi, ngak?” tanya Diana ke Ibu Ida.

“Pasti! Ibu percaya, kalian pasti lolos! Optimis aja.” Jawab Buk Ida dengan berwibawah.

Setelah menunggu beberapa menit, panitia pun mulai membuka acara. Acara itu diawali dengan pembacaan doa, dan diikuti pidato sekaligus peresmian pembukaan acara oleh ketua panitia.

Nama peserta yang lolos pun mulai dibacakan oleh dewan juri. Kami sangat deg-degan mendengar pengumuman itu. Tetapi semua rasa deg-degan kami sirna setelah mendengar nama ‘Ferly’ dan ‘Diana’ dibacakan. Dan yang lebih membuat kami senang, nama kami berada dalam urutan pertama. Sungguh bersyukur kami.

Namun, perjuangan kami belum berakhir. Kami masih harus berjuang mengharumkan nama sekolah kami. Semenjak mengetahui bahwa kami lolos ke babak selanjutnya, kami lebih mempersiapkan diri dengan matang. Kami hanya diberi waktu dua hari untuk mempersiapkannya. Bahkan, kami harus mengorbankan jam belajar kami di sekolah demi berlatih mempresentasikan hasil resensi kami.
***
Di rumahku...


Aku memberitahukan orangtuaku bahwa aku lolos ke babak selanjutnya. Orangtuaku pun turut senang, dan memujiku. Aku berharap mereka dapat hadir ke acara itu, untuk menyaksikan aku tampil mempresentasikan hasil resensi.

“Ma, Pa, besok aku tampil. Jadi mama dan papa bisa datang?” tanyaku ke orangtuaku dengan penuh harapan.

“Aduh, gimana ya? Papa bukannya gak mau, tapi Papa besok ada rapat sama teman Papa. Jadi belum bisa Papa pastikan bisa atau tidak. Tapi, papa akan usahain, Fer. Tenang aja.” jawab ayahku, yang jawabannya membuat aku kecewa.


“Mama juga belum tentu bisa, Fer. Teman Mama dari Batam mau datang. Jadi gak enak kalau gak disambut. Nanti juga Mama usahain.” ujar ibuku.
....
PENGARANG : WIRAWAN


[ Nantikan kelanjutan cerpen ini  yang sesegera mungkin akan diterbitkan dalam bentuk kumpulan cerpen]

Comments

  1. ~~~~ Bagi Seorang Anak Mari Kita Banggakan Orang Tua Dengan Hasil Kerja Kita Sendiri~~~~~~~~

    Bisnis lokal yang paling BOOMING:
    Terbukti, hanya dlm waktu 175 hari, member telah lebih dari 377.866 orang

    http://indoboclub.com/?ref=zkr2

    Dahsyat!!
    - INI GRATIS ~~~~~~~
    - Mempunyai 2 sistem utama: Plan GRATIS & Plan INVESTASI
    - Withdrawal bisa ke PM, Bank Lokal, dan Pulsa
    - Web semakin AMAN dengan HTTPS/SSL 256 bit
    - Komunikasi langsung dgn Admin via SMS/Call/FB
    - Invest minimal $0.5 via PM, EgoPay, Payza, & Bank Lokal
    - Profit 2% x 100 hari + Profit extra
    - Compound minimal $0.5
    - WD INSTANT ke PM minimal $0.02 (cuma butuh waktu 3 detik)
    - WD ke Bank Lokal minimal $20 (kurs $1 = Rp 9.700)
    - WD dgn Pulsa HP dengan harga dibawah standar pasar
    - Tersedia fitur IBC MOBILE, website versi HP
    - Jika Ingin Lebih Jelass Lgi Kunjungi Blog saya Di
    http://kesuksesantergantunganda.blogspot.com
    - Terima Kasihh

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tata Ibadah dalam Agama Buddha

Resensi Buku: Four A Divergent Collection

Agama Sikh di Indonesia: Mengumpet di Balik Nama Hindu