Kau yang Hanya Bisa Kucium Tanpa Bisa Kunikmati


Ayahku adalah seorang penggemar kopi. Tiap pagi dan sore, ibu tidak pernah absen membuatkannya secangkir kopi. Ibuku sesekali menyeruput kopi dari cangkir ayah. Juga, teman-temanku, sebagian besar mereka adalah penikmat si hitam manis ini.

Aku kadang iri dengan mereka yang bisa dengan nikmatnya menyeruput secangkir kopi di pagi atau sore hari. Baunya begitu menggoda. Aku paling suka mencium aroma kopi yang dibuatkan ibu untuk ayahku tiap pagi ketika aku bangun.

Entah mengapa, aroma kopi seakan aroma terapi. Ia merilekskan pikiran sejenak tiap kali baunya menyeruak masuk melalui rongga hidungku. Seolah-olah beban di benak hilang seketika. Oh, mungkin ini sebabnya banyak orang yang menjadi pecandu kopi.

Sayangnya, kopi hanya bisa kucium aromanya saja tanpa bisa kunikmati sebagaimana ayah, ibu, dan teman-temanku menikmati kopi. Tiap kali aku nakal dan iseng-iseng menyeruputnya, perutku langsung bereaksi. Akan timbul rasa tidak nyaman di perut seakan-akan seperti kembung masuk angin.

Pernah suatu ketika, di musim ujian saat aku masih berstatus sebagai murid sekolah, teman-temanku menyarankanku untuk minum kopi sebagai obat antikantuk. Bahan yang harus dipelajari masih banyak namun waktu sudah larut malam. Berkat rekomendasi dari teman-temanku, di tengah malam dengan rasa kantuk yang mulai menerjang, aku membuat kopi.

Bubuk kopi, gula, lalu diseduh air panas. Hmmm... aromanya langsung merangsang hidungku. Lalu dengan penuh nafsu, kuseruput si hitam manis itu. Bukannya jadi melek, aku malah berakhir dengan sakit perut dan tidak fokus belajar.

Tapi aku tidak menyerah. Setelah sekian lama tidak minum kopi, suatu hari ketika menjelang pergantian kelas, aku tergoda untuk membeli kopi. Semua ini gara-gara temanku, Bella Viona yang gemar minum kopi. Lagi-lagi hidungku kembali bersetubuh dengan aroma kopi. Namun tetap saja, efek kopi masih tidak senikmat aromanya. Perutku saat itu langsung kembung. Dan parahnya, kali ini aku merasakan jantungku berdebar lebih kencang, padahal aku tidak sedang jatuh cinta. Makhluk jahat apa itu cinta? (Lho, kenapa jadi galauin cinta, sih?)

Akhirnya aku kapok! Aku tidak mau lagi menikmati kopi. Biarlah kopi hanya bisa kucium saja tanpa perlu kunikmati. 

Comments

Popular posts from this blog

Tata Ibadah dalam Agama Buddha

Resensi Buku: Four A Divergent Collection

Agama Sikh di Indonesia: Mengumpet di Balik Nama Hindu