Agama Buddha dan Komunikasi Nonverbal
![Image](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXbeG40qiEa6hkpZDZdqmwydf4YY-Gcxk8xDsO_vz36iKiJ5QW06ZLcmk2uyx3dck0qkMR9-C7S2_oQy7-zKCJYa_j-zB2m3O3qEdgbWgPraw_OrLPbvHCyaKrq-ohJioadmuI_atwc5w/s320/DKLVtMAUIAA3aWe.jpg-large.jpeg)
Setiap kali datang ke wihara atau acara keagamaan Buddhis, jarang sekali saya mengucapkan salam kepada umat yang lain bila berpapasan. Berbeda dengan teman-teman saya yang mengaku selalu mengucapkan " shalom " tiap ke gereja atau " assalamualaikum " tiap bertemu sesama muslim. Alih-alih, saya hanya merangkapkan kedua telapak tangan di depan dada, dengan sedikit tersenyum. Lalu, orang yang berpapasan dengan saya juga membalas dengan melakukan hal serupa. Kalau dipikir-pikir aneh juga, ya? Tanpa berkata-kata, kok kami saling memahami pesan? Walau tanpa berbicara dan mengeluarkan kata-kata, apa yang saya lakukan ini (hampir setiap kali datang ke wihara atau acara keagamaan Buddhis), bisa disebut komunikasi. Sebagaimana yang dikatakan Joseph A. DeVito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book , ketika melakukan gestur, tersenyum, melebarkan mata, memindahkan jarak kursi menjadi lebih dekat, mengenakan perhiasan, menyentuh seseorang, menaikkan volume su